PASER – Permasalahan kelangkaan dan mahalnya liquefied petrolium gas (LPG) subsidi tiga kilogram di Kabupaten Paser kian memanas. Hingga kini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Paser tak kunjung menemukan jalan keluar permasalahan yang menimpa masyarakat kalangan bawah.
Guna mencari pangkal masalah ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Paser gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Dinas Teknis terkait kelangkaan LPG subsidi tiga kilogram.
Rapat dipimpin Anggota Komisi II DPRD Paser Lamaluddin, didampingi Anggota Komisi I Hamransyah, dan Kepala Bagian Fasilitas, Pengawasan, dan Penganggaran Sekretariat DPRD Paser Kasrani.
Lamaluddin mengatakan, RDP ini dilakukan berdasarkan temuan dan laporan masyarakat. Permasalahan ini juga bukan kali pertama, ini permasalahan menahun yang belum ada penyelesaian.
“Kami lakukan RDP karena ada laporan dari masyarakat yang bertanya-tanya mengapa elpiji tiga kilogram langka dan mengapa harganya mahal mencapai Rp. 70 ribu pertabung,” kata Lamaluddin di Ruang Rapat Penyembolum DPRD Paser, Kamis (3/8/2023).
Permasalahan ini pasti bisa terselesaikan dengan baik, asalkan semua pihak yang terlibat bisa bekerja dengan maksimal dan saling koordinasi. Dengan melakukan penelusuran dan survey untuk mencari pangkal masalahnya.
Ditempat yang sama, Hamransyah menilai Pemkab harus melakukan evaluasi terhadap penyaluran elpiji subsidi. Penyaluran harus berjalan beriringan antara hulu (Pertamina), hilir, dan pengawasan.
“Disperindagkop sebagai pengawas dan pengawasan dinas saat ini lemah. Disperindagkop harus jalankan tupoksi sesuai yang diamanatkan UUD. Kalo melanggar tegur, kalo bisa langsung cabut ijinnya,” tegas Hamransyah.
Lanjut dia, penyaluran elpiji subsidi harus diawasi dengan baik. Terutama pengawasan terhadap pangkalan elpiji, sebab pangkalan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Jalur distribusi itu dari Pertamina, ke agen, ke pangkalan, dan berakhir ke masyarakat. Tidak ada penjual elpiji eceran. Pangkalan memiliki ijin, sedangkan pengecer tidak memiliki ijin, maka harus dibuatkan aturan atau legalisasi. Proses legalisasi juga harus dipermudah,” jelasnya.
Dengan begitu, kemungkinan terbesar pangkal permasalahan ini ada pengecer. “Pemkab tolong tertibkan pengecer agar tidak muncul hal-hal yang tidak diinginkan, seperti harga yang memeninggi saat ini,” ucapnya.
Aturan pembelian LPG juga harus sesuai dengan kuota masing-masing. Satu daftar penerima tetap (DPT) hanya boleh membeli 4 tabung elpiji subsidi tiga kilogram dalam sepekan.
Hamransyah juga meminta agar Disperindagkop selalu koordinasikan mekanisme penyaluran gas elpiji subsidi dengan pemerintah desa (pemdes). Dalam hal ini, penentuan DPT harus lebih tajam, ditakutkan ada permainan dari perangkat desa.
Sementara itu, Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop Kabupaten Paser Syamsul Rizal Menyampaikan, kuota Kabupaten Paser tahun 2023 sebanyak 2.135.334 tabung untuk 43.332 DPT.
“Hingga Juli 2023, sebanyak 1.213.000 tabung sudah disalurkan ke masyarakat melalui tiga agen distribusi, yaitu perusahaan Habi Jaya, PT Pea, dan Andianur,” bebernya.
Harga jual elpiji dari agen distributor masih sesuai dengan ketentuan, yakni Rp. 22.000. Namun beberapa pangkalan menjual dengan harga Rp. 25.000 dari Desa Lombok Kecamatan Long Ikis dan sudah diberikan teguran. Jika memang nakal, Disperindagkop bakal cabut surat ijin usahanya.
Untuk pengambilan elpiji sesuai dengan kuota itu tak bermasalah. Hanya saja banyak masyarakat mampu pakai elpiji subsidi. Kesadaran masyarakat dalam menggunakan barang subsidi juga menjadi faktor permasalahan ini belum ada penyelesaian.
Sekedar informasi, selain Syamsul Rizal, juga hadir perwakilan bagian perekonomian Setda Paser Tuti Suryani, perwakilan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Indagkop) Provinsi Kaltim Erniwati, Manajer PT Habi Jaya Robi J, dan Manajer PT Achdiannur Has Safaruddin. (fi)