SAMARINDA – Mengisi usia yang menginjak 43 tahun, Perpustakaan Republik Indonesia mengusung tujuan transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, dengan maksud mengembangkan keterampilan masyarakat melalui perpustakaan.
“Siapapun berhak untuk mengembangkan dirinya melalui perpustakaan berdasarkan dasar literasi dari buku bacaan yang dapat diakses untuk seluruh masyarakat,” ungkap Kepala Perpusnas RI, Muhammad Syarif Bundo perihal Perpustakaan Inklusi Sosial.
Menanggapi ungkapan yang disampaikan 17 Mei lalu, dalam hari peringatan 43 Tahun Perpusnas RI itu, Kepala DPK Kaltim, Muhammad Syafranuddin mengatakan hal serupa telah pula dijalankan di Kalimantan Timur.
“DPK kaltim sendiri pernah menerapkan ketika iibu-ibu membuat krupuk yang berangkat dari pengetahuan di buku, kemudian dibikin produknya,” ucap Syafranuddin, Rabu (1/11/2023).
Secara garis besar Ivan mengatakan Perpustakaan inklusi sosial adalah penyediaan buku dan tempat berkarya oleh perpustakaan untuk masyarakat untuk mengaplikasikan apa yang telah dibaca secara langsung, baik secara kelompok maupun per individu disesuaikan dengan kapasitas ruangan yang ada.
Semisal pengunjung ingin belajar perihal perikanan, bukunya disediakan oleh perpustakaan dan tinggal dipraktekkan, jadi setelah belajar teori di buku bisa dipraktekkan langsung atau di bina oleh instansi terkait.
“Jadi Perpustakaan tidak bermain dengan buku aja, lebih dari itu sudah, benar-benar bisa mengembangkan diri dari nol hingga membuat sesuatu dari buku yang dibaca,” jelas Syafranuddin.
Dikatakan, melalui perpustakaan inklusi sosial, masyarakat tidak terkungkung dengan baca buku saja, tetapi bisa dipraktekkan juga. Perpustakaan bisa jadi lebih dekat dengan masyarakat secara umum. (adv/dpkkaltim)