JAKARTA – Penentuan jatuhnya tanggal 1 Dzulhijjah 1444 H sebagai dasar pedoman menghitung jatuh waktu Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah 1444 H, MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura) pada tahun 2021 telah menyepakati bahwa kriteria visibilitas hilal atau yang dikenal dengan imkanur rukyat yaitu hilal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat dan kesepakatan ini menjadi pedoman 4 negara dalam menetapkan awal bulan qamariyah.
Hal ini disampaikan Wakil Menteri Agama RI, Zainut Tauhid Saadi saat menyampaikan konferensi pers Sidang Isbat penentuan awal Dzulhijjah 1444 Hijriah di Jakarta, Ahad malam, 28 Dzulkaiddah 1444 H / 18 Juni 2023 M.
“Oleh karenanya berdasarkan hisab posisi Hilal seluruh Indonesia sudah di atas ufuk dan tidak memenuhi kriteria MABIMS serta ketiadaan laporan melihat hilal sidang isbat secara mufakat bahwa 1 Dzulhijah 1444 Hijriah jatuh pada hari Selasa tanggal 20 Juni 2023 Masehi dan hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Kamis tanggal 29 Juni 2023 Masehi,” ucap Wamennag Zainut Tauhid Saadi.
Konferensi pers yang dihadiri oleh Ketua komisi VIII DPR RI Dr H. Ashabul Kahfi, M.Ag., Imam besar masjid Istiqlal Prof DR.K.H. Nasaruddin Umar, Ketua MUI KH. Abdullah Jaidi, dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag RI Prof. Dr. Phil. H. Kamaruddin Amin, MA, Wakil Menteri memaparkan hasil hisab rukyat.
Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi, menyampaikan sidang isbat diawali dengan seminar tentang posisi hilal yang disampaikan Menjelang magrib oleh Bapak Dr. H. Ahmad Izzuddin M.Ag salah seorang anggota tim hisab Rukyat Kementerian Agama Republik Indonesia yang menyampaikan bahwa ketinggian Hilal di seluruh wilayah Indonesia pada posisi 0 derajat 11,78 menit sampai 2 derajat 21,57 menit dengan sudut elongasi antara 4,39 derajat sampai 4,903 derajat ini adalah posisi hilal berdasarkan hisap sebuah metode atau cara untuk mengetahui posisi ketinggian Hilal sehingga apakah dimungkinkan hilal itu bisa dilihat atau tidak.
“Kementerian agama dalam menetapkan awal bulan Komariah, khususnya bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah menggunakan mekanisme sidang isbath untuk bermusyawarah dengan para pakar Falak, pakar astronomi, wakil rakyat, MUI, perwakilan ormas Islam di Indonesia,” jelas Zainut Tauhid.
Dijelaskan Zainut, dasar musyawarah dalam sidang isbat tersebut adalah berdasarkan hasil hisab dan rukyat yang telah dilaksanakan oleh tim hisab rukyah Kementerian Agama Republik Indonesia serta telah dikonfirmasi sejumlah petugas Kementerian Agama di daerah yang kita tempatkan tidak kurang di 99 titik di seluruh wilayah Indonesia.
“Inilah sidang hasil sidang isbat yang baru saja kita laksanakan dan kita sepakati bersama dan untuk diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat bahwa jika pada hari ini atau Kedepannya ada perbedaan dalam pelaksanaan ibadah yang berkaitan dengan Idul Adha kami berharap tidak ada yang menonjolkan perbedaan, akan tetapi harus mencari titik temu dari persamaan-persamaan yang dimiliki,” harap Zainut.
Sementara itu Ketua komisi VIII DPR RI Dr H. Ashabul Kahfi, M.Ag, menyampaikan ada beberapa catatan menghimbau kepada masyarakat.
“Pertama bahwa kita berharap bahwa dalam perbedaan-perbedaan ini tentu akan sangat indah jika dari aspek ini dikembangkan sikap toleransi hormat-menghormati dan meningkatkan ukhuwah islamiyah. Perbedaan perhitungan dan pendekatan yang dilakukan tidak boleh memecah-belah bahkan harus kerukunkan dan mengakrabkan kita semua,” kata Ashabul Kahfi.
Diharapkan semua pihak tidak terprovokasi dengan perbedaan tanpa akhir di media-media sosial. Jika ada hal yang ingin diketahui secara akurat silakan ditanyakan langsung ke sumber utamanya, bisa ke Kementerian Agama, bisa juga ke ormas-ormas agama Islam, seperti ke Majelis Ulama Indonesia, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PERSIS dan lainnya.
“Kepada para ASN diminta bekerja profesional tidak perlu mengeluarkan pendapat yang menimbulkan perbedaan, cukuplah sidang isbat ini menjadi rujukan kita semua,” tanda Ashabul Kahfi.
Namun sebagai pimpinan komisi VII DPR RI, Ashabul Kahfi melalui akan terus mendorong agar Kementerian Agama senantiasa mengajak semua pihak termasuk ormas-ormas Islam dan pihak-pihak yang terkait lainnya untuk terus berdialog dan berdiskusi secara terbuka guna mencapai pemahaman bersama kita, perlu saling mendengarkan saling menghargai dan mencari titik temu yang bisa menjadi dasar untuk waktu Idul Adha di masa-masa yang akan datang.(mun)