LAGI heboh di Indonesia. Jutaan nyamuk ciptaan miliarder Amerika Serikat, Bill Gates ditebarkan di Indonesia. Banyak yang kaget dan tidak percaya. Biasanya nyamuk kita bunuh, kita semprot dengan Baygon atau sebangsanya. Tapi ini malah ditebarkan jutaan ekor secara resmi oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI).
Apalagi yang membuat atau menciptakan nyamuk itu adalah Bill Gates. Salah satu orang terkaya di dunia. Tokoh bisnis, investor, filantropis, penulis serta mantan CEO, yang saat ini menjabat sebagai ketua Microsoft.
Setelah dilakukan uji coba di Yogyakarta, Kemenkes tahun ini memutuskan menyebarkan nyamuk tersebut di 5 kota. “Sesuai SK Kemenkes, 5 kota itu adalah Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang termasuk Bontang di Kalimantan Timur,” kata Ngabila Salama, staf teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes seperti diberitakan CNN Indonesia, Senin (20/11).
Lalu nyamuk jenis apakah itu? Dalam berbagai siaran resmi disebutkan, nyamuk itu disebut nyamuk wolbachia atau nyamuk Bill Gates. Nyamuk ini dibuat untuk mematikan virus Aedes aegypti (demam berdarah), yang telah banyak menelan korban sejak dulu kala termasuk di Indonesia.
Nyamuk wolbachia dikembangkan oleh World Mosquito Program (WMP), yaitu perusahaan milik Monash University. “Mungkin karena proyek ini mendapatkan dukungan dana dari Bill & Melinda Gates Foundation, maka banyak dikenal sebagai nyamuk Bill Gates,” kata pakar kesehatan IDI, Prof Zubairi Djoerban dikutip dari akun media sosial X miliknya @Profesor Zubairi.
Pabrik nyamuk wolbachia dikembangkan di sebuah laboratorium di pusat kota Medelin, Kolombia. Dari sini setiap minggunya dihasilkan sekitar 30 juta nyamuk dengan ciri bintik-bintik putih khas di kaki hitamnya yang kurus.
Nyamuk wolbachia dianggap sebagai jenis nyamuk Aedes aegypti yang istimewa karena mereka dapat membawa sejenis bakteri yang dapat menetralisir virus mematikan tersebut. “Jadi wolbachia menjadi counter bagi virus yang dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti,” kata Prof Zubairi.
Di lapangan, nyamuk wolbachia yang dilepas nantinya akan kawin silang dengan nyamuk Aedes aegypti. yang membawa DBD. Setelah kawin silang berlangsung akan menghasilkan keturunan nyamuk ber-wolbachia.
Kenapa Bontang dipilih sebagai daerah satu-satunya di Kaltim menjadi Pilot Project Teknologi Wolbachia (PPTW)? Ternyata alasannya karena Bontang menjadi salah satu kota dengan jumlah kasus demam berdarah Dengue (DBD) yang cukup tinggi dan adanya kasus kematian pada tahun 2023.
Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI, Dr Maxi Rein Rindonuwu sudah turun ke Bontang untuk melakukan sosialisasi dan pengecekan. Jangan terulang kasus di Bali, di mana rencana serupa ditunda karena ada penolakan. Padahal rencananya 20 juta nyamuk wolbachia bakal disebar di Pulau Dewata.
“Saya percaya Kota Bontang memiliki komitmen yang tinggi dengan projek ini. Apalagi Dinas Kesehatan Kota (DKK) Bontang sudah studi banding ke Yogyakarta dan menyediakan anggaran sendiri dalam pelaksanaannya melalui APBD,” puji Dirjen.
Hasil uji coba pelepasan nyamuk wolbachia di Kota Gudeg mampu menurunkan 77 persen incidence rate (IR) Dengue dan mengurangi pasien DBD masuk rumah sakit sebesar 86 persen.
Sekretaris Daerah Kota Bontang Aji Erlynawati menegaskan, pihaknya siap melaksanakan dan menyukseskan pelaksanaan PPTW di daerahnya. “Itu sudah menjadi komitmen Pak Wali Kota Basri Rase,” ujarnya.
Menurut Kepala DKK Bontang drg Toetoek Pribadi Ekowati, pelaksanaan PPTW di Bontang dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama dilaksanakan di enam kelurahan. Meliputi Gunung Telihan, Gunung Elai, Kanaan, Belimbing, Api-Api, dan Bontang Baru. “Delapan kelurahan lainnya menyusul,” jelasnya.
Launching penyebaran nyamuk wolbachia di Bontang sudah dilaksanakan awal September lalu oleh Wali Kota Basri Rase. Ada 100 kader diturunkan untuk menerbangkan ribuan nyamuk tersebut. Selain dibiayai APBD, Pemerintah Pusat juga menyalurkan dana Rp 10 miliar untuk program ini.
ISU NYAMUK BIONIK
Ada yang mengabarkan bahwa penyebaran nyamuk wolbachia merupakan misi Bill Gates untuk membentuk genetik LGBT. Bahkan ada juga yang menduga bisa menjadi senjata pemusnah massal.
Tapi Prof Zubairi menegaskan, tujuan dikembangkannya proyek ini adalah untuk menurunkan penyebaran DBD, demam kuning dan chikungunya. Berdasarkan Environmental Protection Agency (EPA), katanya, nyamuk transgenik atau wolbachia ini tidak menimbulkan risiko bagi manusia, hewan atau lingkungan.
Beredar juga di media sosial TikTok adanya nyamuk bionik dengan ciri-ciri tidak bisa terbang dan hanya bisa berjalan. Tidak jelas apakah ini dikaitkan dengan isu nyamuk wolbachia. “Seorang pegawai di salah satu kantor mendapati seekor nyamuk yang hanya berjalan bukan terbang,” tulis keterangan dalam unggahan tersebut.
Peneliti teknologi wolbachia dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andhono Ahmad membantah dugaan tersebut. “Tidak benar . Tidak ada istilah nyamuk bionik. Penyebutan nyamuk bionik adalah disinformasi yang ingin dibuat oleh pihak tertentu saja,” katanya kepada KOMPAS.com.
Dalam keterangan terpisah, mantan menteri kesehatan Siti Fadilah Supari juga mempertanyakan penyebaran jutaan nyamuk wolbachia untuk mencegah DBD. “Upaya ini mengusik kedaulatan bangsa Indonesia lantaran belum tahu bagaimana dampak penyebaran wolbachia ke depannya,” katanya seperti diberitakan tvonenews.com.
Menurut Siti Fadilah, teknologi nyamuk wolbachia adalah program World Mosquito, bukan program kita, tapi program filantropi. Nah, dari luar mereka peneliti, tapi yang diteliti adalah kita sendiri. “Ini yang membuat ketidaknyamanan kita sebagai bangsa yang berdaulat,” jelasnya.
Teknologi wolbachia juga pernah dilaksanakan di 9 negara lain untuk mencegah peningkatan kasus DBD. Adapun negara yang dimaksud adalah Brasil, Australia, Vietnam, Fiji, Vanuatu, Mexico, Kiribati, New Caledonia, dan Sri Lanka.
Menurut para ahli, keberadaan inovasi teknologi wolbachia tidak serta merta menghilangkan metode pencegahan dan pengendalian Dengue yang telah ada di Indonesia.
Masyarakat tetap diminta melakukan Gerakan 3M Plus seperti Menguras, Menutup dan Mendaur Ulang serta tetap menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Rustam, warga di Kelurahan Api-Api Bontang mengaku belum bisa mengenali mana yang nyamuk DBD, mana nyamuk wolbachia dan mana nyamuk hasil perkawinan silang dari kedua jenis nyamuk itu. “Tapi saya yakin DBD cepat musnah di kelurahan kami, kalau nyamuk itu tahu lagi terbang di Api-Api,” katanya setengah bercanda.(*)