Perjalanan panjang alat ukur atau ukuran yang saat ini lazim disebut meter (M) sungguh rumit dan sangat ilmiah, padahal ukuran meter itu terutama di kalangan arsitek hanya merupakan indikator untuk untuk menentukan volume pekerjaan, selain kenyamanan arsitektur.
Pada masa lalu ukuran ukuran yang dipergunakan, biasanya didasari pada ukuran tubuh manusia dan disesuaikan pula dengan kegiatan manusia sehari hari. Dari sini menghasilkan suatu pegangan dasar yang ilmiah bagi seluruh unit pengukuran.
Unit-unit tersebut saat ini dikenal, misalnya Inci atau Inci sama dengan seperduabelas kaki atau foot, telapak tangan, tangan, paha atau cubit. Panjang lengan, Panjang rentangan tangan atau yard, Panjang langkah kesemuanya menyangkut dan berhubungan dengan ukuran dan tubuh manusia.
Kemudian di era revolusi ilmiah Nicolaus Copernicus pertengahan tahun 1543 dengan terbitnya De Revolutionibus Orbium Coelestium, pengukuran yang semakin akurat dibutuhkan, dan para ilmuwan mencari ukuran yang universal dan dapat didasarkan pada fenomena alam, bukan pada dekrit kerajaan atau prototipe fisik.
Daripada berbagai sistem pembagian rumit yang digunakan saat itu, mereka juga lebih memilih sistem desimal untuk memudahkan perhitungan mereka yang mulai dikenal oleh orang orang modern yang saat ini berusia 60 an hingga 70 an tahun, yakni mulai maraknya diperkenalkan penggunaan ukuran decimal di sekolah dasar pada tahun 70 an.
Lalu soal meter. Di awal revolusi industri, 1875, urusan meter ini ditetapkan sebagai satuan pengukuran internasional oleh konvensi meter ya di sekitar awal revolusi industri kedua, mungkin. Bentang fisik meter atau meteran ini matre dea archives dalam bentuk batangan platinum sebagai salah satu material yang dikenal paling kecil rasio susut dan muainya di dunia.
Akibat kemajuan sains akhirnya memungkinkan definisi meter untuk di mematerialisasikan, sehingga pada tahun 1960 definisi baru berdasarkan jumlah panjang gelombang cahaya tertentu dari transisi tertentu dalam krypton-86.
Ini yang memungkinkan standar tersedia secara universal melalui pengukuran. Pada tahun 1983, definisi ini diperbarui menjadi panjang yang didefinisikan dalam kecepatan cahaya. Definisi ini diubah lima tahun lalu atau pada tahun 2019.
Le Corbusier, salah satu arsitek dunia yang mengembangkan sistem proporsi dalam mendesain bangunan. Konsep Le Modulor ini pertama kali dipublikasi pada tahun 1948, walau pengembangan ide penggabungan dimensi manusia ke dalam kerangka perhitungan matematis dan dipergunakan dalam rancangannya yang dalam perhitungan ini dihubungkan dengan penggunaan secara universal bagi skala manusia, sudah dilakukan sebelumnya.
Namun saat ini standar pengukuran rumah hunian hingga interior lebih mengacu pada konsep minimalis, walaupun tak ada yang memprotes penggunaan ukuran meter dalam dimensi rumah yang dibangun oleh arsitek saya ingin menyinggung sedikit tentang ukuran dan kebutuhan ruang gerak saja.
Banyak pabrik meubel, banyak perusahaan pengembang yang menyediakan hunian mewah yang disebut nyaman dan aman. Lalu ukuran dan kebutuhan ruang gerak dalam arsitektur tidak sepenuhnya ilmiah.
Analar Asia kemudian menyebut rumahnya tidak nyaman lalu ada yang menyebut rumahnya salah arah, rumahnya menghadap ke kawasan gunung angker lalu lebih parah lagi disebut rumahnya berhantu. Intinya tidak nyaman dihuni.
Padahal penyebabnya ruang patokan berdiri tidak sesuai dengan ukuran ilmiah. Padahal Kursi makan yang dibeli dan keluaran pabrik tidak memperhatikan tinggi penghuni rumah, lekak lutut penghuni rumah.
Padahal kursi kecil untuk menjahit dan minum teh yang dibuatkan oleh tukang panggilan terlalu tinggi. Padahal kursi tamu berlengan yang dibeli mahal tidak sesuai dengan lekuk pinggang orang Indonesia.Padahal kursi makannya tidak sesuai dengan punggung yang terlalu memanjang ke belakang saat duduk.
Padahal. Padahal padahal itu penyebabnya psikologis yang diakibatkan oleh ruang gerak di dalam rumah yang tidak sesuai. Ketidaksesuaian inilah yang perlahan mempengaruhi fisik dan mempengaruhi otak untuk mencari penyebabnya. Belum lagi Batasan batasan kebutuhan ruang gerak dalam kelompok orang. Keterbatasan nalar untuk mencari penyebab inilah yang sering sesat pada kalimat singkat, simple. Rumahnya berhantu. Padahal yang keliru dalam perancangan rumah hunian yang tidak sesuai dengan kebutuhan kebutuhan ruang gerak dalam berbagai gerakan tubuh, justru arsitek.
Tidak nyaman dalam pergerakan tubuh dalam waktu lama dalam satu kegiatan rutin, hunian, kantor dan atau kegiatan fisik lainnya sangat berpengaruh pada psikologis manusia modern yang semua mencari suasana aman dan nyaman ketika memasuki rumah untuk istirahat malah semakin terganggu dengan hal sepele.*
*) Dr. Ir. Sunarto Sastrowardojo, M.Arch – Ahli Arsitektur di Samarinda