SAMARINDA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2022 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Daerah (IHPD) kepada Pemerintah Provinsi Kaltim. Dilaksanakan di Rapat Paripurna DPRD Kaltim ke-17, di Gedung B, Senin (22/5/2023)
Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi bersama Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud menerima hasil LHP yang diserahkan oleh Anggota VI BPK RI Pius Lustrilanang, disaksikan Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun dan Sigit Wibowo, Anggota DPRD Kaltim, Kepala Perwakilan BPK Provinsi Kaltim Agus Priyono, pejabat struktural BPK Kaltim, tim pemeriksa LKPD Provinsi Kaltim dan unsur pimpinan Forkopimda Kaltim.
Pius Lustrilanang mengatakan, tujuan pemeriksaan, memberikan opini atas kewajaran laporan keuangan dengan memperhatikan 4 hal. Yaitu, kesesuaian dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem pengendalian intern.
Dia menyebut, BPK melakukan pemeriksaan atas LKPD Provinsi Kaltim selama 60 hari, terdiri pemeriksaan pendahuluan 30 hari dan pemeriksaan terinci 30 hari hingga berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan opini atas laporan keuangan Pemprov Kaltim tahun 2022 adalah Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
“Hasil pemeriksaan BPK berdasarkan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang menunjukkan penyusunan laporan keuangan provinsi Kaltim 2022 telah selesai sesuai SAP berbasis aktual, telah terungkap secara memadai dan tidak terdapat ketidakpatuhan yang berpengaruh langsung dan material, serta pelaksanaan program dan pelaporan keuangan tahun 2022 telah didukung dengan SPI yang efektif,” katanya.
Pius Lustrilanang menjelaskan, pihaknya masih menemukan bermasalah yang perlu menjadi perhatian Pemprov Kaltim. Diantaranya, terkait pelaksanaan atas 35 paket pekerjaan pada 10 SKPD yang tidak sesuai dengan ketentuan senilai Rp 5,93 miliar, yang terdiri dari kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 4,68 miliar, selisih harga satuan senilai Rp 543,08 juta dan denda keterlambatan senilai Rp 715,68 juta.
Lebih lanjut Pius Lustrilanang menyebut, temuan lainnya adalah pengelolaan keuangan pada BLUD belum sesuai ketentuan. Yaitu belanja pegawai berupa remunerasi yang tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur Nomor 44 Tahun 2015 tentang Remunerasi BLUD.
Kelemahan proses pengadaan pekerjaan konstruksi, lanjut dia, mengakibatkan adanya kekurangan volume pekerjaan senilai Rp 1,54 miliar dan penyelesaian piutang macet yang tidak efektif, sehingga piutang BLUD Rp 21,86 miliar belum diproses penyelesaiannya, baik melalui panitia urusan piutang negara atau melalui pejabat pengelola keuangan daerah.
Pemprov Kaltim, lanjut Pius Lustrilanang, belum memiliki kebijakan atas properti investasi. Ini mengakibatkan aset tanah dan bangunan yang dapat menghasilkan pendapatan sewa untuk meningkatkan nilai aset belum dapat disajikan dalam neraca secara informatif untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan barang milik daerah.
“Ini menunjukkan, meskipun opininya WTP, tapi tetap dibutuhkan perbaikan tata kelola dan pengawasan dalam pengelolaan keuangan pada Pemprov Kaltim. Jumlah rekomendasi yang harus ditindaklanjuti oleh jajaran Pemprov Kaltim ada sebanyak 43 rekomendasi,” katanya.
Dia mengingatkan Pemprov Kaltim agar rekomendasi yang diberikan oleh BPK RI tersebut segera ditindaklanjuti oleh Gubernur Kaltim, selambat -lambatnya 60 hari setelah LHP diserahkan.
Pius Lustrilanang menambahkan, IHPD tahun 2022 yang berisi rangkuman hasil pemeriksaan yang dilakukan BPK Perwakilan Kaltim sebagai acuan dalam perbaikan tata kelola keuangan daerah yang tertib, transparan dan akuntabel di wilayah Kaltim.
“Harapannya, Pemprov Kaltim dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan lebih menekan tingkat pengangguran. Salah satu yang harus digaris bawahi, pencapaian WTP menjadi kurang sempurna jika tidak dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan rakyat di provinsi Kaltim,” pungkasnya.(end/adv/kominfokaltim)