MENARIK juga kalau pejabat atau tokoh jadi khatib. Ada warna lain yang didapat jamaah. Pada salat Iduladha, Senin (17/6) kemarin, ada sejumlah tokoh di Kaltim naik mimbar. Jamaah menyimak khotbahnya dengan saksama. Sangat berisi dan memberi inspirasi.
Wali Kota Samarinda Dr H Andi Harun (AH) misalnya, jadi khatib salat Iduladha di Kampus Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT) di Jalan Juanda. Mantan wagub Hadi Mulyadi jadi khatib di Masjid Nurul Hidayah, Jl Sentosa Samarinda. Sedang di Balikpapan, mantan rektor Uniba Dr H Rendi Ismail yang sekarang jadi ketua yayasan menjadi khatib di perumahan Wika.
Andi Harun sudah beberapa kali jadi khatib. Pada salat Idulfitri 1442 Hijriah, dia juga menjadi khatib di Masjid Agung Pelita Samarinda (MAPS). AH sampai meneteskan air mata ketika pada khotbah kedua saat memimpin pembacaan doa.
Tema khotbah Iduladha 1445 Hijriah yang dibawakan AH adalah : “Implementasi Iduladha Melalui Pengorbanan, Kemanusiaan dan Akar Kemajuan Peradaban.”
Menurutnya, Iduladha mengingatkan umat Islam tentang suatu aspek fundamental dalam praktik keimanan setiap muslim, yaitu ibadah kurban atau pengorbanan.
Dia membuka kembali kisah di balik peristiwa Iduladha yang penuh makna. Mulai kisah Siti Sarah dan Siti Hajar, pengorbanan Nabi Ismail bersama sang ayah, Nabi Ibrahim sampai perintah berkurban yang wajib dilaksanakan umat Islam.
Andi Harun berharap, khutbah Iduladha yang disampaikannya dapat menginspirasi warga kota terutama umat Islam untuk memaknai Iduladha tidak sekadar ritual, tetapi sebagai momentum untuk meneguhkan keimanan, meningkatkan solidaritas sosial serta menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang mendasari kemajuan peradaban.
Uraian yang hampir sama juga disampaikan oleh Hadi Mulyadi. Mantan Wagub ini sudah tinggi jam terbangnya. Selain khatib di Kaltim, dia pernah menjadi khatib salat Jumat di Masjid Istiqlal Jakarta, akhir Oktober 2021. Yang mengundang imam besar Masjid Istiqlal, Prof KH Nasaruddin Umar, yang juga ketua harian badan pengelola masjid megah tersebut. Rasanya itu baru pertama kali ada orang Kaltim menjadi khatib di masjid negara. Sebab, hanya ulama atau dai tertentu saja yang bisa naik mimbar di sana.
Istiqlal disebut masjid terbesar di Asia Tenggara dan masjid terbesar keenam di dunia dengan kapasitas jamaah 200 ribu orang. Dibangun pada zaman Presiden Soekarno dengan arsiteknya Friedrich Silaban. Istiqlal itu artinya kemerdekaan. Memang dibangun dalam rangka memperingati kemerdekaan Indonesia.
Selain jadi khatib, Hadi Mulyadi juga punya keahlian khusus dalam urusan penyembelihan hewan kurban. Dia seorang penjagal yang sangat menguasai tata cara penyembelihan. Itu dilakukannya sejak tahun 2000 sampai sekarang. Kemarin, ada 16 sapi dan 1 ekor kambing yang disembelih lewat tangannya. “Tahun lalu malah sampai 30 ekor sapi,” katanya.
Yang juga langganan jadi khatib adalah mantan wagub Kaltim Dr KH Farid Wadjdy. Maklum latar belakangnya memang seorang ulama. Apalagi beliau sekarang adalah rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kalimantan Timur serta ketua umum Islamic Center dan ketua Dewan Pembina Yayasan Masjid Raya Darussalam Samarinda.
Sebenarnya mantan gubernur Kaltim Dr H Isran Noor juga punya kemampuan menjadi khatib. Pengetahuan agama dan bacaan Alquran-nya juga fasih. Acara tahlilan untuk mendoakan almarhumah Ibu Norbaiti selalu dipimpin langsung oleh Isran. Termasuk salat maghrib dan isya. Dalam perjalanan hidupnya, Isran pernah mengajar tulisan Arab di sekolah di kampungnya, Sangkulirang, Kutim.
Ketua DPD PDIP Kaltim H Safaruddin ketika masih menjadi kapolda Kaltim juga sering naik mimbar. Pak Jenderal yang satu ini juga cukup luas ilmu agamanya. Saya pernah mengikuti khotbah Jumatnya. Sangat khas dan kental aksennya sebagai orang Bugis.
Saya salat Iduladha di lapangan Sport Center Balikpapan Baru bersama cucu saya, Defa dan Dafin, Senin kemarin. Tak jauh dari saya ada Pak H Asril Bijaksana, pembina Majelis Taklim Miftahul Jannah. Dia pensiunan pejabat Pertamina yang sekarang mengambil S3 tafsir Alquran. Saya salah satu jamaah yang hadir jika ada pengajian di rumahnya.
Pak Asril kaget dikiranya saya yang menjadi khatib. Ustaznya mirip saya. Berkumis. Padahal yang naik mimbar adalah KH Athian Ali Muhammad, Lc, MA, ketua Forum Ulama Ummat Indonesia (FUUI) Bandung. Dia dikenal juga sebagai ketua Aliansi Nasional Anti Syiah (ANNAS) Pusat.
WAJIB BACA ALQURAN
Ada kejutan baru menyangkut kebijakan Bupati Kutai Kartanegara H Edi Damansyah. Dia mensyaratkan setiap staf yang ingin mendapat promosi jabatan di Pemkab Kukar, maka salah satu syaratnya adalah diuji kemampuan membaca Alquran.
Syarat itu dia utarakan ketika mengadakan safari subuh ke-247 di Langgar Ar-Rahman, RT 3, Kecamatan Kembang Janggut, Sabtu (11/5) bulan lalu. “Setiap yang ingin ikut seleksi jabatan harus kita tes kemampuan baca Alquran-nya. Apa masih di tingkat iqro atau sudah Alquran. Tidak usah malu, yang penting mau belajar,” jelasnya.
Banyak yang mengira rencana itu masih sebatas wacana. Tahu-tahunya sudah mulai diterapkan. Sebanyak 34 orang yang mengikuti seleksi terbuka Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di lingkungan Pemkab Kukar terlebih dahulu mengikuti tes kemampuan baca Alquran.
JPTP setara pejabat Eselon IIB, yang menduduki kursi kepala dinas. Atau pejabat administrator setara Eselon IIIA atau sedang menduduki jenjang jabatan fungsional Ahli Madya bagi pejabat fungsional tertentu.
Acara dibuka langsung oleh Edi Damansyah di Masjid Agung Sultan Sulaiman Tenggarong, Selasa (18/6) lalu. “Tes ini bagian dari program Gerakan Etam Mengaji (GEMA) yang sudah kita canangkan sejak 2021 lalu menyusul ditetapkan Perdanya,” kata Bupati.
GEMA memberi dampak positif bagi Kukar. Selain umat Islamnya makin fasih membaca Alquran, tapi juga membawa harum nama baik Kukar. Daerah ini sudah lima kali berturut-turut menjadi juara umum MTQ Tingkat Provinsi Kaltim.
Ketika mengikuti sejumlah pejabat yang mengikuti tes, Bupati berkesimpulan ada calon pejabat yang sudah fasih membaca Alquran, ada yang belum, bahkan ada yang baru mau belajar. “Tapi saya senang mereka mau mengikuti. Insya Allah Kukar makin berkah,” begitu katanya dengan bangga.
“Ya ini tes paling berat, saya sampai keringat dingin,” kata seorang calon bercerita. Tapi calon lainnya mendukung kebijakan Edi Damansyah. “Alhamdulillah, justru ini membawa berkah buat saya,” katanya tersenyum.
Persyaratan baca Alquran sudah lama berlaku di Negeri Serambi Makkah, Provinsi Aceh. Malah kelasnya sudah meningkat. Tidak saja berlaku bagi pejabat dan calon kepala daerah, tetapi juga bagi calon anggota legislatif (bacaleg). Jika tidak mampu, maka bacaleg tersebut tidak bisa ditetapkan sebagai calon.
Dasar hukum uji baca Alquran di Aceh berpedoman pada Qanun Aceh No 3 Tahun 2008 tentang partai politik lokal peserta pemilu DPR Aceh dan DPR Kabupaten/Kota di Aceh. Ini diberlakukan sejak Pileg 2019.
Menurut Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP/KPU) Aceh, kewajiban mampu baca Alquran hanya berlaku untuk bacaleg DPR provinsi dan DPR kabupaten/kota yang beragama Islam. Sedang DPR RI dan bacaleg nonmuslim tidak.
Boleh juga kalau Bupati Kukar usul ke KPU, tes baca Alquran juga diwajibkan kepada calon peserta Pilkada dan Pileg yang beragama Islam. Biar GEMA Kukar lebih bergema lagi.(*)