Percaya atau tidak, ketika membuka, laptop kecil ini dan mulai menulis saya berkeringat karena berniat menyoroti tentang program Pendidikan gratis. Coba bayangkan di Kalimantan Timur akan ada pendidikan hingga S3 gratis.
Saya terkejut dan berkeringat karena kemarin mendengar sekelompok anak muda di angkringan Jalan Cipto Mangunsukumo memperbincangkan soal ini.
Setelah itu saya mencoba browsing media ingin mencari tahu, benar kah ada berita tentang Pendidikan gratis hingga level doctoral di Kalimantan Timur. Memang sih, lima tahun terakhir saya jarang membaca berita setelah koran cetak mulai langka. Walaupun fasilitas internet dan alat bacanya tersedia, bahkan saya punya hape, saya enggan membuka link berita soal Kaltim, soal fenomena politik soal lain lainnya lah. Pertama saya bukan orang yang ikut ikutan cemas dengan situasi politik.
Kedua saya memang jengah mengikuti asmara politik para politikus yang oleh medsos disebut bunglon yang gampang mengubah warna, bahkan dirinya, ketika berada di tempat tertentu. Seperti politisi yang mudah berubah ubah itu.
Bayangkan menurut data yang saya kutip dalam beberapa hari ini dari berbagai sumber, korupsi sejak 2004 hingga Juli 2023 terdapat 344 kasus melibatkan anggota DPR dan DPRD. Jumlah ini terbanyak ketiga, di bawah kasus korupsi yang menjerat kalangan swasta, 399 kasus dan pejabat eselon I-IV, 349 kasus.
Dampak korupsi di kalangan anggota DPR RI akan mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap lembaga yang seharusnya memperhatikan hak-hak rakyat ini. Praktik korupsi di lembaga legislatif bisa memberikan dampak, antara lain yang lebih luas di antaranya menurunnya kepercayaan public terhadap anggota legislatif.
Artinya tingkat keterpilihan anggota legislatif bukan lagi muncul dari kebutuhan rakyat yang ingin negerinya dibangun dengan baik dan diawasi oleh legislatif, tetapi keinginan rakyat untuk membalas dendam dengan menghilangkan kepedulian money politic setiap Pemilu, makin terbuka. Ambil uangnya jangan pilih orangnya.
Ini terbukti dengan terbuka dan meningkatnya tren politik uang di Pilpres 2024 yang menunjukkan indikator meluasnya klaster masyarakat profesional yang bersedia menerima pemberian uang, walaupun seadanya. Tetangga saya di kawasan Gunung Samarinda, bahkan pernah ngajak saya ngopi dan setelah selesai mengatakan membayar kopinya dengan uang pemberian politisi.
Di tengah ketidakpastian politik Indonesia ini muncul sosok pengusaha yang tiba tiba menerobos pagar pagar politik dan berhasil masuk dengan tenang. Salah satunya adalah Rudy Mas’ud yang berhasil membelokkan persepsi bahkan asumsi publik tentang khasanah baru, tentang integritas, tentang konsistensi politik Kalimantan Timur.
Rudy Mas’ud tiba tiba menyibak khasanah politik Kalimantan Timur dengan ide baru, ide segar dan nyaris tak mungkin dilakukan dengan mencanangkan program sekolah gratis hingga S3, tapi kemudian saya memaklumi itulah program kampanye.
Namun jika sekolah gratis itu dapat diwujudkan di Kalimantan Timur, dari tahun 2029 hingga 2034 di Kalimantan Timur aka nada sejuta doctor. Sebuah pergerakan yang sangat luar biasa. Jujur saya tidak yakin itu bisa dilaksanakan, tapi jika benar dan terwujud, maka Kalimantan Timur akan menjadi provinsi pertama mencungkil batu pendidikan untuk mencuat ke permukaan. Yuk kita tagih program itu. (*)