SAMARINDA – Pemprov dan DPRD Kaltim resmi menandatangani nota keuangan dan rancangan peraturan daerah tentang perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun anggaran 2024 dalam pelaksanaan Rapat Paripurna ke-30 di DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar Samarinda, Senin (26/8/2024).
Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim Akmal Malik menyampaikan, total anggaran yang disetujui mencapai Rp22,19 triliun. “Atas nama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, kami sangat mengapresiasi kerjasama DPRD Kaltim dalam proses ini,” ucapnya.
Pendapatan daerah Kaltim untuk tahun 2024 direncanakan sebesar Rp21,22 triliun, dengan rincian Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp9,98 triliun, pendapatan transfer sebesar Rp11,03 triliun, dan pendapatan lainnya yang sah sebesar Rp 202 miliar. Selain itu, penerimaan pembiayaan daerah direncanakan mencapai Rp 976 miliar.
Di sisi lain, belanja daerah direncanakan sebesar Rp22,19 triliun. Anggaran ini dialokasikan untuk belanja operasional sebesar Rp10,05 triliun, yang mencakup belanja pegawai, belanja jasa, belanja hibah, dan bantuan sosial.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas`ud menyampaikan anggaran perubahan tersebut akan digunakan untuk memajukan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kaltim.
“Perubahan APBD ini telah dilakukan di Badan Anggaran (Banggar) dan telah disampaikan kepada Sekretariat DPRD yang akan digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Dalam proses pelaksanaan anggaran yang baru disetujui, Ia menekankan pentingnya pengawasan bersama dari pemerintah dan DPRD. Diingatkan, perubahan APBD harus diawasi secara ketat untuk memastikan pelaksanaannya sesuai dengan rencana.
Selain itu, ia juga menyoroti perubahan regulasi terkait tata cara pemberian dan penyaluran bantuan keuangan pemerintah daerah, yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 49 Tahun 2020.
“Yang kita perlu garis bawahi bahwa harapan kita berdasarkan laporan Banggar, Pergub Nomor 49 tahun 2020 itu sudah dicabut,” ujarnya.
Dia menambahkan, regulasi sebelumnya yang membatasi jumlah bantuan yang dapat diberikan, dianggap mengganggu fleksibilitas DPRD dalam mewakili aspirasi masyarakat. Perubahan ini diharapkan akan mengatasi masalah itu dan memungkinkan penyaluran dana yang lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat.(an)