SAYA kenal Pak Ronald Lolang. Sejak masih aktif sebagai wartawan sampai beliau berpulang. Pak Ronald mengembuskan napas terakhir hari Sabtu, 9 November pukul 16:16 Wita. Setelah disemayamkan selama dua hari di rumah persemayaman Yayasan Karya Insani Jl DI Panjaitan, Senin (11/11) jenazah mendiang dikremasi.
Awalnya dia berpesan untuk dimakamkan di Bukit Tanjung Guntur di Teluk Sumbang, Kabupaten Berau. Tapi 5 hari sebelum meninggal, dia minta dikremasi. Biar abunya disatukan dengan sang istri. Lalu dia minta abunya dilarung seperti mama dan kakak-kakaknya di Sungai Mahakam. “Sebagai anak kami memenuhi pesan terakhir papa,” kata Iwan Santoso Lolang, putra ke-3 ketika saya hubungi melalui WA kemarin.
Ronald Lolang meninggal dalam usia 83 tahun setelah dirawat di Rumah Sakit Abdoel Wahab Sjachranie (RS AWS) Samarinda. Dia memiliki seorang istri, Ibu Pinky Mariani Lolang (meninggal 7 tahun silam) dengan meninggalkan 7 anak, 5 menantu dan 8 cucu. “Papa meninggal karena sakit dan sudah uzur,” tutur Iwan menjelaskan.
Generasi muda Kaltim khususnya Samarinda mungkin tak banyak yang mengenal beliau. Dia adalah pengusaha, pelopor pembangunan Kaltim. Warga keturunan yang sangat mencintai Kaltim mulai sang kakek, ayah-ibunya hingga anak cucunya.
Ayah ibu Ronald adalah Anwar Lo Beng Long dan Dorinawatie Helena Louis. Kakeknya, Lo A Po merantau ke Samarinda pada abad ke-19. Lalu menjadi mitra bisnis kerabat Kesultanan Kutai. Hubungan itu diteruskan oleh Anwar Lo Beng Long. Malah Beng Long pernah bersekolah bersama Sultan AM Parikesit di Jakarta sebelum melanjutkan ke Amerika.
Dorinawatie, ibu Ronald sempat menghibahkan tanah dan rumahnya di Jl Flores, yang menjadi kampus pertama Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
Pak Ronald juga termasuk “Bapak Film Indonesia.” Pada kurun 1970 sampai 80-an dia aktif menjadi produser film nasional di bawah bendera PT Gemini Satria Film. Sejumlah film laris pernah dibuatnya. Di antaranya Arwah Komersil Dalam Kampus (1977), November 1928, Guruku Cantik Sekali (1979), Busana Dalam Mimpi (1980), Tomboy (1981) dan Merenda Hari Esok (1981).
Dia pemilik bioskop layar lebar Mahakama, yang bangunannya di samping rumah tinggalnya, Villa Annie di Jl Yos Sudarso. Sayang bioskop itu gulung tikar sejalan dengan perkembangan teknologi dan perubahan zaman, di mana orang tak banyak lagi datang ke bioskop.
Villa Annie pernah diusulkan jadi situs sejarah atau cagar budaya. Konon dibangun sejak tahun 1897. Rumah bergaya Melayu Banjar. Hampir semua bahan bangunannya dari kayu ulin. Meski berusia lebih satu abad, masih kuat dan kokoh. Arsiteknya tetap menarik menggambarkan peradaban pada zamannya.
Saya sempat nonton film-film Pak Ronald. Terutama film pertamanya yang bergenre komedi, Arwah Komersil Dalam Kampus. Bintang utama Christine Hakim dan Mang Udel. Selain itu ada sejumlah pelawak di antaranya Suroto, Darto Helm, Kardjo AC-DC dan Teten. Christine masih hidup, tapi lainnya sudah meninggal dunia.
Kalau nonton film di Bioskop Mahakama, saya sering dapat fasilitas gratis. Pertama karena salah seorang staf Mahakama, Bung Thalib adalah teman sekolah. Dia atlet tinju dan aktif di KONI Kaltim. Lalu direkrut Pak Ronald di sana. Thalib sudah tiada. Dia teman baik saya, sepiring seperjuangan.
Kedua, saya suka nonton bareng keluarga TNI (dulu ABRI termasuk polisi). Seminggu sekali ada pertunjukan film gratis untuk keluarga ABRI. Nah saya ikut masuk seolah-olah keluarga baju hijau. Film yang diputar kalau tidak film silat Hongkong, ya film India. Kalau film India pasti ada nangisnya dan lama sampai 2 jam lebih.
PENDUKUNG MALOY
Pada era Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tahun 2012, Pak Ronald sangat mendukung rencana pembangunan kawasan industri dan pelabuhan internasional (KIPI) Maloy di Sangkulirang, Kutim. Ia menilai gagasan KIPI Pak Awang sangat besar manfaatnya untuk kemajuan dan pertumbuhan ekonomi di daerah ini.
Belakangan KIPI Maloy ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK MBTK) melalui Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2014.
Sejak diresmikan pada tahun 2019, KEK MBTK belum mampu beroperasi dan menggaet investor sesuai target. Sehingga statusnya terancam dicabut. Tapi kabar terakhir awal Maret 2024 lalu, KEK MBTK sudah mengantongi izin beroperasi dari pemerintah pusat.
Maloy sempat jadi buah bibir masyarakat. Soalnya kalau Pak Awang lagi sambutan, pasti soal Maloy disinggung. “Kalau Pak Awang belum bicara Maloy, maka belum berakhir sambutan beliau,” kenang seorang pejabat.
Irwan Fecho, ketua DPD Demokrat Kaltim menyebut Pak Ronald seorang tokoh pemikir dan pembangunan Kaltim. Dia sering mendapat nasihat dan pandangan tentang pembangunan Kaltim termasuk gagasannya tentang pemanfaatan kawasan karst dikaitkan dengan sektor pariwisata Kaltim.
“Kita semua akan tetap meneruskan semangat dan pikiran besar ayahanda Ronald dalam pengelolaan karst dan pariwisata Kaltim. Yang sabar ya Kak Sandrina Putrini Lolang, Iwan Lolang. Lanjutkan semangat dan cita-cita besar perjuangan beliau,” begitu kata Irwan, anggota DPR RI dapil Kaltim periode 2019-2024.
Kawasan karst yang dimaksud Irwan adalah kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat, yang membentang dari Kabupaten Kutai Timur sampai Kabupaten Berau seluas 1,8 juta hektare. Potensi kawasan ini memang luar biasa, berupa kayu, nonkayu, batuan mineral sampai sarang burung walet.
Di situ juga terdapat gua telapak tangan peninggalan masyarakat prasejarah berusia 10.000 tahun Sebelum Masehi. Memberi indikasi jejak manusia purba. Bisa dilihat dari lukisan tangan, gambar perahu dan lukisan berbagai jenis binatang yang tergambar jelas di dinding gua.
Pak Ronald sangat intens mengembangkan pariwisata. Pada tahun 2017, dia membangun Lamin Guntur Ecolodge di Desa Teluk Sumbang, Kecamatan Biduk-Biduk, Kabupaten Berau.
Banyak turis singgah ke sana. Bangunannya sejenis cottage yang dibuat dari pohon kelapa dan penuh ukiran suku Dayak. Di pantainya terdapat gua habitat kelelawar. Ribuan kelelawar berumah di sana. Kabarnya gua itu dahulu tempat persembunyian para penyelundup yang membawa barang dari Tawao, Malaysia Timur.
Pak Ronald pernah bercerita nama Lamin Guntur terinspirasi dari nama Kepala Suku Dayak Basap, yang oleh Raja Sambaliung diberi gelar Raja Guntur Moalam. Lamin itu juga dia persembahkan untuk istri tercintanya, Ibu Pinky.
Suku Dayak Basap adalah suku Dayak yang sangat primitif. Saya pernah meliput dan menulis di Majalah Tempo. Mereka hidup sekaligus menjaga kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat. Ada yang tinggal di sekitar Kelay, Biduk-Biduk, Sangkulirang dan Bengalon. Kabarnya ada juga yang sampai di Desa Jonggon, Loa Kulu, Kutai Kartanegara.
Isran Noor, Gubernur Kaltim 2018-2023 memuji dan memberikan apresiasi terhadap kepedulian Pak Ronald ikut membangun Kaltim. “Terima kasih Pak Ronald yang juga memberi perhatian terhadap potensi Sangkulirang,” katanya. Kebetulan Isran kelahiran Sangkulirang dan pernah menjadi bupati Kutim.
Saya lihat ada foto sahabat saya Syafruddin Pernyata bersama Pak Ronald di Lamin Guntur. Mungkin dia berkunjung ke sana ketika masih menjadi kepala Dinas Pariwisata Kaltim. Saya dan Syafruddin pernah meliput Biduk-Biduk. Dia jatuh ketika kita naik gerobak sapi.
Selamat jalan, Pak Ronald. Terima kasih pengabdianmu untuk Kaltim. Saya mengusulkan pada peringatan HUT Ke-68 Provinsi Kalimantan Timur pada 9 Januari 2025 mendatang, Pak Ronald layak mendapat penghargaan atas jasa-jasa dan pengabdiannya.(*)