SAMARINDA – Kasus malaria di Kalimantan Timur (Kaltim) banyak terjadi pada pekerja di sektor kehutanan dan perkebunan. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltim, berupaya percepatan eliminasi malaria.
Diketahui, malaria masih menjadi persoalan yang serius bagi kesehatan masyarakat. Penyakit menular itu memiliki dampak yang merugikan terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
Penyakit malaria juga menjadi ancaman di Kaltim. Untuk mengatasi hal itu, diperlukan percepatan pengendalian secara terpadu yang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat.
Kepala Dinkes Kaltim Dr Jaya Mualimin, mengatakan sebagian besar kasus malaria di Kaltim terjadi pada pekerja sektor kehutanan dan perkebunan.
Hal ini mencakup pekerja yang berhubungan langsung dengan aktivitas kehutanan seperti perambah hutan, pekerja reboisasi, dan petani hutan. Serta yang tidak berhubungan langsung dengan aktivitas kehutanan seperti supir, keluarga pekerja, dan pelaku usaha.
“Kedatangan pekerja dari wilayah endemis malaria ke Kalimantan Timur dan minimnya upaya pencegahan dari masyarakat juga meningkatkan kasus malaria di daerah kita,” kata Dr Jaya Mualimin, Kamis (20/7/2023).
Saat ini, Pemerintah Provinsi Kaltim tengah menyusun draft Peraturan Gubernur (Pergub) terkait percepatan eliminasi malaria di Kaltim.
Dr Jaya berharap, Pergub ini dapat menjadi regulasi yang memperkuat upaya percepatan eliminasi malaria. Sesuai dengan target nasional, yakni Indonesia Bebas Malaria pada tahun 2030.
Upaya regulasi di tingkat provinsi terkait percepatan eliminasi malaria, telah dimulai sejak 2019 melalui Kesepakatan Bersama Gubernur dan Bupati/Walikota se-Kalimantan Timur Tahun 2019.
Puncak dari upaya ini adalah Komitmen Bersama Gubernur dan Bupati/Walikota se-Kalimantan Timur mengenai percepatan eliminasi malaria yang dilakukan dalam acara Puncak Hari Malaria Sedunia Tahun 2023. (nt/adv/kominfokaltim)