Beberapa hari ini di media sosial Kalimantan Timur, beredar video orang utan yang masuk ke pemukiman penduduk Kabupaten Kutai Timur. Infonya di sekitar Kecamatan Bengalon. Beberapa teman yang saya konfirmasi membenarkan, Pongo Pygmaeus itu terlihat menyeberang jalan.
Hanya saja ada juga muatan hoax nya. Orang utan itu disebut setinggi rumah. Padahal hanya efek kamera yang mengambil sudut tembak dari arah orang utan, sehingga nampak lebih tinggi dari rumah di belakangnya. “Memang lebih besar sedikit dari yang ada di Wanariset Samboja, ” kata salah satu teman pemerhati orangutan.
Mungkin saja orang utan itu stres atau lapar atau bahkan karena tidak punya pohon sebagai tempat koloni komunitas mereka, sehingga iseng keluyuran hingga tersesat keluar zona habitatnya. Atau mungkin lebih parah lagi habitat mereka sudah direklamasi perluasan area tambang dan kebun sawit. Kutai Timur dikenal sebagai habitat terbesar di Kalimantan Timur.
Kalau benar orangutan itu muncul karena kawasannya terganggu akibat tambang saya yakin mereka akan makin terdesak dan mungkin juga memancing potensi konflik dengan manusia. Pertanyaannya kemudian bagaimana jika penyebabnya adalah lahan sawit yang sangat ganas memperluas kawasan.
Komitmen dan pemahaman pentingnya orangutan sebagai penjaga dinamika keanekaragaman hayati, sebagai pemencar biji yang aktif karena orangutan hampir 70 persen pemakan buah. Bahkan pada saat orangutan membuat sarang dengan mematahkan cabang dan ranting pohon membantu cahaya masuk untuk memicu perkecambahan benih yang tersebar di lantai hutan.
Dari data KLHK dalam Strategi dan rencana aksi konservasi orangutan Indonesia 2019-2029 di Bentang Alam Kutai-Bontang populasinya sekitar seribu tujuh ratusan dengan luas habitasi 1.700 dan luas kawasan habitatnya 3.125,25 kilometer persegi dengan proyeksi keberlanjutan hidup tinggi.
Di bentang alam Sangkulirang terdapat populasi orangutan sekitar 310 dan luas habitat 9. 873, 44 kilometer persegi dengan proyeksi keberlanjutan hidup sedang. Sementara habitat orangutan yang diproyeksikan tingkat keberlanjutan kehidupannya rendah justru berada di Hutan Lindung Sungai Wain dengan populasi 20 an orangutan dan habitat tinggal sekitar 74,65 kilometer persegi.
Padahal tugas alami orangutan itu menjaga sumber air warga Balikpapan yang sejak zaman Belanda jadi sumber airnya di permukiman yang sekarang jadi kompleks Pertamina. Nah kalo menurut saya, jika areal hidup orangutan adalah satu kilometre persegi, maka Hutan Lindung Sungai Wain butuh orangutan 70 an agar warga Balikpapan tetap bisa hidup dengan ketercukupan air yang dibutuhkan ketika Balikpapan dihuni oleh tiga juta orang.(*)